Selasa, 21 April 2015

Rendahnya Kemampuan Menulis Mahasiswa



    
Pendidikan tingkat akhir di Indonesia adalah perguruan tinggi. Kehidupan di perguruan tinggi berbeda dengan sekolah menengah atas dari fasilitas, cara belajar, jam pembelajaran, sampai tugas yang diberikan. Pada sekolah menengah atas, banyak tugas yang tidak diwajibkan untuk mencari sumber dari buku, jadi seringkali siswa menggunakan media internet agar cepat selesai. Tetapi berbeda dengan pendidikan di perguruan tinggi, untuk membuat suatu makalah mahasiswa diwajibkan untuk merujuk bahan diskusi minimal dari 3 buku. Hal ini yang mendasari bahwa mahasiswa ataupun siswa wajib membaca dan menulis. Kedua hal tersebut merupakan dasar untuk membuat suatu karya tulis.
    Menulis merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh manusia hampir setiap hari. Jika ada opini yang menyebutkan menulis itu adalah hal yang sulit, maka pernyataan tersebut salah. Pada dasarnya semua orang bisa menulis karena merupakan hal yang mudah. Hanya perlu dua syarat agar kita dapat membuat sebuah tulisan. Yang pertama adalah tidak buta aksara, apabila kita tidak mengenal huruf maka menyusun sebuah kalimat akan terasa sangat sulit. Yang kedua adalah membaca. Membaca adalah suatu kebutuhan bagi kita, khususnya bagi pengetahuan yang kita miliki. Terkadang muncul pertanyaan di dalam benak kita. Manusia bisa hidup dan bekerja walaupun tanpa membaca. Memang benar manusia bisa hidup, tetapi kehidupannya tidak berkualitas karena pemikiran-pemikiran yang kita miliki sangat dangkal. Hidup kita dikatakan berkualitas apabila terjadi keseimbangan antara pengetahuan dan pengalaman.
    Berdasarkan survei yang dilakukan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), pada tahun 2012 minat membaca di Indonesia bernilai 0,001 yang berarti hanya ada 1 dari 1000 orang yang memiliki kegemaran membaca, dengan keadaan ini wajar bila Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan minat baca masyarakat paling rendah di ASEAN. Rendahnya minat baca ini berpengaruh terhadap penulisan karya, karena bagaimana kita dapat membuat suatu karya jika kajian bahan dalam pembuatan karya tulis tidak dipahami. Pemahaman ini kita akan dapatkan apabila kita membaca sumber-sumber pengetahuan.
    Artikel, makalah, laporan penelitian, merupakan beberapa contoh dari karya ilmiah. Dalam pembuatannya mahasiswa diwajibkan untuk mematuhi aturan-aturan yang telah dibuat. Misalnya, sistematika penulisan sebuah makalah harus bertahap dimulai dari kata pengantar sampai daftar rujukan. Tidak hanya itu, bahasa yang digunakan pada karya ilmiah harus tepat dan sesuai. Tepat berarti tidak salah dalam menyusun kalimat. Sesuai berarti  tidak menggunakan bahasa gaul, seperti “lagian”, “ga”, dll.
    Kemampuan penulisan karya ilmiah mahasiswa di Indonesia rendah karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kurangnya ilmu yang didapat dari pendidikan awal. Dalam faktor ini contohnya adalah siswa SMK. Siswa SMK pada pendidikan menengah keatasnya akan disibukkan oleh kompetensi ahli bidang yang diambil, memang pada SMK bahasa Indonesia dipelajari tetapi tidak mendalam. Faktor yang kedua adalah tidak suka membaca. Membaca adalah jendela dunia. Gemar membaca memberikan banyak ide-ide cemerlang bagi kita. Meskipun hanya membaca sebuah esai atau makalah, pengetahuan yang diambil sangat beragam. Faktor yang ketiga adalah manusia modern lebih menyukai audio-visual. Banyak mahasiswa sekarang yang lebih menyukai kecanggihan teknologi, contohnya lebih memilih menonton televisi, melihat youtube atau bahkan sibuk dengan akun media sosialnya dari pada membaca sebuah buku. Apabila ada pernyataan bahwa media sosial (facebook atau twitter) suatu pembelajaran untuk pembiasaan menulis, menurut saya benar. Media sosial merupakan tempat yang bebas, dimana kita bisa mengekspresikan kata-kata dan tidak adanya aturan yang baku. Jadi, media sosial adalah tempat untuk menulis tetapi bukan menulis suatu karya ilmiah, hanya untuk pembiasaan menulis saja.
    Kemampuan menulis yang kurang ini dapat dibuktikan dengan seringnya mahasiswa tidak dapat membuat karya ilmiahnya sendiri. Contohnya adalah plagiat atau meniru karya tulis milik orang lain. Selain itu terkadang ada juga mahasiswa yang malas berfikir dan tugas kuliah diberikan kepada temannya, setelah itu dia memberikan imbalan berupa uang.
    Tidak berhenti disini, kemampuan dalam membuat karya ilmiah dapat ditingkatkan. Banyak cara meningkatkan kemampuan itu, salah satunya adalah pemberian motivasi bagi mahasiswa. Peran dosen sangat berarti dalam faktor ini, banyak dosen yang sering merangsang mahasiswa dengan cara memberikan tugas yang berkaitan dengan karya ilmiah. Motivasi yang terbesar adalah motivasi dari dalam individu tersebut. Sangat berpengaruh apabila ada keinginan dari dalam diri mahasiswa untuk membaca buku. Cara yang kedua adalah tidak bergantung terhadap teknologi dan yang terakhir adalah belajar menulis karya popular seperti cerpen ataupun novel.
    Sebagai sebuah aktivitas akademik, menulis karya ilmiah sangatlah penting. Jadi, mahasiswa harus dengan giat melakukan dua hal dasar dalam membuat karya tulis, yaitu membaca dan menulis. Mengurangi faktor-faktor penurunan kemampuan menulis juga sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, mengurangi kegiatan mengunggah status di media sosial (facebook atau twitter) dan belajar membuat blog serta membuat tulisan yang bermanfaat bagi orang lain. Kemampuan menulis juga diharapkan meningkat dengan adanya motivasi dari luar dan dari dalam diri kita, dan terus belajar berkarya untuk memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Senin, 20 April 2015

Pancasila dalam Konteks Pendidikan Karakter






A. Pendidikan Pancasila

Pendidikan merupakan suatu proses pembinaan penguasaan pengetahuan, tekhnologi, keterampilan, seni, dan moral etika bagi peningkatan daya saing manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kapada masyarakat bangsanya, dan akhirnya kepada masyarakat global.

Pada hakekatnya pendidikan pancasila adalah upaya sadar diri suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan Negara secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, Negara, dan hubungan internasionalnya. Berdasarkan UU no. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pasal 2 menyatakan bahwa  “pendidikan Nasional Berdasarkan pancasila dan UUD 1945 ”.

Pendidikan pancasila memberikan pambelajaran tentang pancasila yang digunakan untuk mengatur seluruh tatanan dalam kehidupan bernegara.Artinya, dengan pendidikan ini segala sesuatu yang berhubungan dengan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus berdasarkan pancasila.Hal ini juga berarti bahwa pendidikan ini juga mengajarkan bahwa semua peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumber pada pancasila. 

Pendidikan ini mengajarkan tujuan yang hendak dicapai bangsa indonesia, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, merata secara material dan spiritual. Dimana pancasila merupakan wadah atau sarana Negara Republik Indonesia yang merdeka,berdaulat dan bersatu dalam suasana perikehidupan bangsa yang tenteram, tertib, damai dan dinamis. Pendidikan pancasila mengajarkan kebaikan dan kemanfaatan diri dalam berkarya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterikatan diri dalam berpendidikan pancasila dapat mengaplikasikan semangat dan patriotisme kehidupan yang akan membawa pada pahamnya diri kita akan hidup berpancasila.

B. Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai sukubangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesiamembutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Faktor-faktor dalam membentuk karakter bangsa indonesia antara lain  :
1. Ideologi
2. Politik
3.  Ekonomi
4.  Sosial Budaya
5.  Agama
6. Normatif ( Hukum& Peraturan Perundangan )
7. Pendidikan
8.  Lingkungan
9. Kepemimpinan
 Kesimpulannya adalah definisi dari Pendidikan Karakter yaitu mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan karakter yang berlandaskan pancasila sangat penting bagi bangsa indonesia karena dapat membentengi diri dari berbagai fenomena kehidupan yang negatif. Hal tersebut ditunjukan karena pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.